Cerpen
Tugas yang menumpuk membuatku enggan mengikuti aktivitas pondok seperti biasanya, Buya memanggilku langsungku temui beliau, sepertinya ada hal yang penting yang akan dikatakan. Aku segera bergegas dengan membiarkan tumpukan kertas berantakan di mana-mana.
“Duduklah,”_ ujarnya, aku langsung duduk bersebrangan dengan mata yang enggan berani menatap beliau.
“Buya dan Abimu telah memutuskan, siapa yang harus kamu pilih, tapi Insya Allah tidak akan salah lagi, karena Buya juga melihat dari pancaran matamu, siapa yang kamu kagumi,”_ ungkapnya yang sontak membuatku sedikit kaget.
“Miyaz adalah sosok santri yang sangat penurut dia mempunyai keberanian dalam menentukan hatinya, dan itu cukup membuat Buya yakin akan keseriusannya, begitupun Addar, dia pemuda yang menawan, bahkan Abi-mu sudah banyak cerita tentangnya, Abi-mu yang lebih mengenal, Allah telah memberimu jalan nak, insya Allah Abi-mu telah berbicara banyak pada Addar, dan petunjuk itu beralih pada Miyaz, nanti malah mereka akan kembali, bersiaplah. Tuntunlah hatimu untuk lebih meyakinkan,”_ amanah Buya, yang membuat aku terdiam, memang semenjak perkenalan itu aku sedikit mangaguminya, ditambah dengan sikapnya yang sangat sopan. Bismlillah semoga ini yang yang engkau ridhoi.
Rasa ini sungguh berbeda, getaran hati sangatlah beramuk-amuk, aku tak bisa mengendalikannya, entah sudah berapa balik aku berjalan-jalan tanpa arah, memilih baju yang pas, rasanya sudah kehabisan pola pikir.
Memutuskan untuk duduk dan termenung prustasi, ada rasa aneh yang mulai bergetar, Ya Robb perasaan ini semaki mengebu-gebu saja.
“Uma rasa ini baju yang cocok, jangan tegang scperti itulah, kamu akan terlihat sangat cantik malam ini, percaya pada Uma,”_ ungkapnya yang memberikan gamis berwama merah dengan hiasan bunga-bunga menambah kesan wanita saja, kerudung bergo polos yang dilautkan beberapa renda polos pula ikut menghiasi dandananku saat ini.
Langkah demi langkah terdengar semu, sudahkah takdirku diujung cerita? Ingin aku meninggalkan mereka dengan caraku, dan duduk scndiri dengan mengenal segala hal, tapi akankah aku mampu? Apa yang akan terjadi setelahnya ini? Semoga akan tetap membaik dengan segala alasan.
Semua orang serasa akan menerkamku dengan geraman yang tersembunyi,aku tak memberanikan diri untuk menatapnya.
“Kami telah berbicara banyak, insya Allah Rifa menyetujui tawaranmu,” ungkap Buya, sehentak jantungku seperti ingin berloncat-loncat, sorotan matanya membuatku tertunduk malu, matanya sangat berbinar antara bahagia dan terharu. Sedikit ulasan senyum kutorehkan untuknya, dia terlihat sangat bersungguh-sungguh.
Ditulis oleh Lula Mahfidzoh